MAKNA-NEWS,- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan tuntutan pidana yang dilayangkan terhadap terdakwa kasus dugaan pelanggaran UU ITE, Buni Yani, berkaitan dengan vonis kasus penistaan agama atas terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Untuk kasus Buni Yani ini JPU telah mengajukan tuntutan pidana selama dua tahun penjara dan segera masuk. Kenapa demikian, untuk keseimbangan,” ujar Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/10).
loading...
Dalam kasusnya, Buni Yani sempat mengajukan praperadilan namun gagal. Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan hukuman penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp100 juta terhadap Buni Yani yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Terkait penetapan tuntutan untuk Buni Yani, kata Prasetyo, kejaksaan menggunakan teori sebab akibat (adequate theory) dengan vonis yang diterima Ahok.
“Karena kita mengacu pada asas adequate theory. Teori sebab akibat, bahwa kasus yang satu tidak akan terjadi jika tidak ada kasus yang lainnya,” ujar Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan, kasus dugaan pidana yang dilakukan oleh Buni telah menyebabkan pidana lain, yakni kasus penistaan yang dilakukan Ahok. Dengan kata lain, Buni dianggap harus mendapat hukuman yang sama dengan apa yang dijatuhkan pada Ahok.
loading...
Dalam kasus penistaan agama, Ahok divonis dua tahun penjara dan diperintahkan ditahan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Mei 2017.
Hakim menyatakan Gubernur DKI Jakarta tersebut terbukti bersalah melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
“Karena bagaimanapun kasus [Buni Yani] ini tidak dapat dilepaskan dengan kasus lain sebelumnya. Ketika terdakwa kasus yang sebelumnya diputus oleh hakim dengan dua tahun dan segera masuk itu pula yang menjadi pertimbangan jaksa bahwa harus ada keseimbangan,” ujarnya.
Buni Yani didakwa dengan pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1.
Mantan pengajar di perguruan tinggi swasta di Jakarta tersebut diduga mengubah video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berdurasi 1 jam 48 menit di Pulau Pramuka, Kelurahan Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta.
Buni disebut memotong video itu menjadi 30 detik, antara menit ke 24 hingga 25. Video hasil editannya kemudian diunggah ke akun Facebook pribadinya dan menjadi viral.
Video yang diunggah Buni itu lalu memicu terjadinya aksi demo besar-besaran menuntut proses hukum terhadap Ahok yang dianggap telah menista agama Islam. Dalam proses hukum itu, majelis hakim menyatakan Ahok bersalah dan divonis dua tahun penjara dan langung dipenjara.
Saat sidang pembacaan tuntutan di PN Bandung pada 3 September lalu, Buni Yani membela diri. Kepada wartawan usai persidangan Buni mengatakan, "Sekarang ini yang terjadi, bahwa saya dituduh memotong video, tapi saya yang disuruh membuktikan saya tidak memotong video, kan stupid gitu loh. Gimana ceritanya, belajar ilmu hukum dari mana?."
Lalu kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengatakan tuntutan jaksa tidak lebih dari asumsi subjektifnya serta mengabaikan fakta-fakta di persidangan.
"Di fakta persidangan dari awal sampai akhir, jaksa tidak bisa membuktikan Buni Yani memotong video. Tuntutan jaksa hari ini itu lebih pada asumsi dia," kata Aldwin.